Selamat datang di Website Resmi Humas MTs Tarbiyatul Banin Pekalongan Winong Kabupaten Pati

Sejarah Berdirinya Madrasah Tarbiyatul Banin

Kamis, 20 Agustus 20150 komentar

Sejak berdirinya Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya yang antara lain didirikan oleh Kyai Abd. Wahab Hasbullah dan Kyai Hasyim Asy’ari - Jombang, pengaruh perkembangan pondok pesantren tersebar luas ke seluruh nusantara.
Perkembangan pondok pesantren di wilayah Kabupaten Pati yang lebih pesat adalah di DesaKajen Kec. Margoyoso, karena pengaruh dari Kyai H. Ahmad Mutamakkin (waliyullah) dan dikembangkan oleh generasi penerus beliau yang antara lain adalah : KH. Abdus Salam, diteruskan putranya bernama KH. Mahfudh Salam, KH. Abdullah Salam, dengan sahabatnya KH. Munji, KH. Nawawi, dan KH. Anwar. Pondok pesantren didirikan dengan nama Maslakul Huda dan Matholi’ul Huda lalu dikembangkan dengan pendidikan formal dengan Madrasah Matholi’ul Falah di desa Kajen, Kec. Margoyoso, di bawah Yayasan Nurussalam sampai sekarang diteruskan Oleh KH. Abdullah Salam (adik KH. Mahfudh Salam) dan KH. Dr. MA. Sahal Mahfudh (putra KH. Mahfudh Salam).
Di desa Pekalongan Kec. Winong, terdapat kyai atau seorang ulama’ yang pernah belajar bersama dengan Kyai Abd. Wahab Hasbbullah di Mekkah (mukim haji selama 7 tahun) beliau adalah Kyai H. Ismail Bin Zaenal Abidin. Bersama saudara-saudaranya, beliau mendirikan langgar pondok sederhana untuk mengaji secara privat mendalami Syariat Islam.
Pada tahun 1930 KH. Anwar beserta rombongan sebagai misi perkembangan pondok danmadrasah bersilaturrahim ke rumah KH. Ismail bin Zainal Abidin di desa Pekalongan Kec. Winongyang masih kosong belum ada madrasah dan masjidnya. Mereka melihat perlunya segera didirikan sebuah lembaga pendidikan dengan system madrasah seperti yang sudah ada di Kajen. KemudianKH. Mahfudh Salam membidani kelahiran madrasah di desa Pekalongan dengan nama Far’iyah Matholi’ul Falah. Guru-gurunya dikirim dari Kajen antar lain KH. Sanadji, KH. Fahrur Rozi dan guru bantu lainnya. Sedangkan KH. Mahfudh Salam sebagai mufatis karena ilmu agamanya beliau dikenal pada saat itu sebagai presiden agama (sumber sesepuh desa Pekalongan).
Sejak saat itu perjalanan madrasah Matholi’ul Falah di desa Pekalongan berjalan lancar mulai dengan pendidikan sipir awal, stani dan sipir stalis baru ke jenjang kelas 1, 2, dan 3. Tenaga guru dari Kajen bertempat transit di rumah KH. Ismail dengan honorarium dan seluruh kebutuhan logostik ditanggung oleh beliau. Kader guru lokal yang pertama kali diangkat oleh KH. Ismail (pengurus) adalah KH. Jauhar bin H. Umar dan lalu KH. Siraj bin H. Shidiq (tahun 1939). Selanjutnya ditambah dengan K. Abu Thoyib bin H. Umar (menantu KH. Ismail), K. Ah. Fadlil dan K. Asyhuri Ridwan. Karena sudah cukup di anggap mampu untuk berdikari maka Kepala Madrasah diserahkan kepada K. Jauhar bin H. Umar.
Pergerakan KH. Mahfudh Salam meluas ke beberapa daerah sampai Jepara dan Rembang, maka pemerintahan Belanda memandang hal itu sangat berbahaya dan memandang perlu untuk diberantas. Dengan berbagai macam upaya Belanda maka KH. Mahfudh Salam menjadi syahid ditembak Belanda. Dengan peristiwa tersebut Belanda dengan mudah menutup semua kegiatan agama termasuk madrasah-madrasah di bawah asuhannya, antara lain di desa Pekalongan, Malangan (Karangrejo Pucakwangi) dan desa Sumberrejo Kec. Jaken.
Pada saat itulah madrasah ditutup oleh Belanda lebih-lebih karena madrasah ini berada di bawah pengawasan KH. Mahfudh Salam Kajen yang sangat ketat gerakannya diawasi oleh Belanda.
Pada tahun 1943 K. Jauhar bin H. Umar memberanikan diri untuk menghadap Sche Cho Kang (Bupati Jepang untuk wilayah Pati) dan Sche Cho Kang kakak (wilayah Rembang) minta agar madrasah Matholi’ul Falah di desa Pekalongan Winong Pati yang telah ditutup kegiatannnya dapat dibuka kembali dengan berbagai alasan.  Akhirnya dapat diijinkan untuk dibuka kembali dengan syarat-syarat :
1.    Harus tunduk pada pemerintah Nippon (Jepang)
2.    Sanggup mengikuti upacara Jepang
3.    Tidak boleh bergerak di bidang politik
4.    Bersedia memakai seragam militer Nipppon
5.    Melepaskan diri dari ikatan Kyai Kajen.
Dengan berjalan kaki dari Pati ke Pekalongan, K. Jauhar mengabarkan hal tersebut kepada KH. Ismail. Setelah bermusyawarah dengan para tokoh lainnya, dengan pertimbangan demi kelangsungan pendidikan madrasah maka syarat-syarat itu diterima dan perjanjian pun ditandatangani. Madrasah diijinkan untuk dibuka kembali.
K. Jauhar diserahi dan diangkat Nippon menjadi Sumu Thihao Sche Dong (penerangan Agama Islam untuk distrik atau kawedanan Jakenan) dan madrasah-madrasah lainnya pun disarankan di buka.
Mulai saat itu madrasah Matholi’ul Falah Pekalongan dirubah namanya menjadi Madrasah TARBIYATUL BANIN yang dapat diartikan pendidikan untuk anak-anak yang belum mengenal politik. Perjalanan madrasah pada jaman pemerintahan Nippon tidak ada hambatan yang berarti, karena dapat mengatur sikap sesuai kondisi pada saat itu.
Meskipun secara struktural Madrasah Tarbiyatul Banin sudah tidak berhubungan lagi dengan Mathali’ul Falah di Kajen, namun secara kultural hubungan itu tak akan pernah bisa diputuskan begitu saja. Disamping itu pemerintah Jepang tidak lagi mempedulikan hal tersebut.
Selanjutnya pada tahun 1997 Pengurus Madrasah Tarbiyatul Banin mengubah diri menjadi sebuah Yayasan dengan nama Yayasan Perguruan Agama Islam Tarbiyatul Banin yang didaftarkan dalam Akta Notaris Sdr. Sugianto, SH Pati Nomor : 11 Tahun 1997 tanggal 6 Juni 1997 dan telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pati Nomor 18/1997/A.N/K/Y tanggal 21 Juni 1997, dengan nama Yayasan Tarbiyatul Banin.
Dalam perkembangannya Yayasan Tarbiyatul Banin sampai saat ini telah mengelola beberapa unit pendidikan da usaha antara lain; unit Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), unit pendidikan Raudlotul Athfal, unit pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, unit pendidikan Madrasah Tsanawiyah, unit pendidikan Madrasah Aliyah, unit pendidikan Pondok Pesantren dan Koperasi Pondok Pesantren, serta unit Lembaga Pelatihan Kerja Swasta.

Memadukan Sistem Pendidikan Pesantren dan Modern
Melihat latar belakang berdirinya madrasah Tarbiyatul Banin, maka sistem pendidikan yang dikembangkan di madrasah ini didesain sebagai bentuk perpaduan dari sistem pendidikan pesantren (salaf) melalui muatan kurikulum lokal kepesantrenan (kitab kuning) dan sistem pendidikan modern melalui kurikulum nasional baik dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun kurikulum Kementerian Agama.
Muatan kurikulum pendidikan di madrasah Tarbiyatul Banin seperti ini, senantiasa dijaga dari generasi ke generasi. Justru dari sinilah madrasah Tarbiyatul Banin memiliki kekhasan  tersendiri yang berbeda dengan madrasah lainnya. Realita yang ada sekarang ini banyak madrasah yang sudah tidak bisa mempertahankan nilai-nilai kekhasan model pendidikan ala pesantren ini, dikarenakan terlalu mengikuti arus perubahan zaman.
Konsep sistem pendidikan terpadu antara model pendidikan ala pesantren dan pendidikan umum yang dibingkai dengan penguatan pendidikan karakter ini dirumuskan dalam visi dan misi madrasah Tarbiyatul Banin yaitu TERDEPAN DALAM ILMU, TERPUJI DALAM LAKU. 
Target utama yang hendak dicapai dari penyelenggaraan pendidikan di madrasah Tarbiyatul Banin adalah mencetak kader-kader muslim yang handal dalam ilmu-ilmu agama Islam dan berpengetahuan luas sebagai penerus perjuangan para ulama yang senantiasa berpijak pada sembilan pilar dalam Mabda Muassasah Tarbiyatul Banin, agar para mutakhorijin memiliki daya saing yang kompetitif, daya nalar yang kreatif, cerdas dan rasional, daya iman yang kuat serta berdaya juang yang humanis Islami dalam menerapkan nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin.
Hal ini dimaksud agar menjadi sebuah model integritas kepribadian yang mampu tampil di tengah-tengah masyarakat “Terdepan Dalam Ilmu Terpuji Dalam Laku”. Sembilan pilar yang dimaksud (mabda muassasah) adalah sebagai berikut : (1) Ahlussunnah wal jama’ah, (2) Ukhuwah (menjalin tali persaudaraan) meliputi ukhuwah muassasah, wathaniyah, Islamiyah dan Basyariyah, (3) Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (4) Istiqomah, (5) Musyawarah, (6) Ikhlas, (7) Uswatun Hasanah, (8) Tarbiyah, (9) Anfa’u linnas.
Sembilan mabda muassasah ini harus diimplementasikan oleh setiap individu keluarga besar Yayasan Tarbiyatul Banin baik pengurus yayasan, guru dan karyawan, murid, alumni maupun wali murid. Sembilan nilai-nilai dasar ini harus bisa menjadi karakteristik  civitaas academika Tarbiyatul Banin dalam setiap gerak langkah kehidupan.
Share this article :

Posting Komentar

Masukan, kritik, saran yang membangun sangat kami harapkan demi kemajuan Madrasah Tarbiyatul Banin..

 
Support : Yayasan Tarbiyatul Banin | MTs Banin Website | Anan Nur- All Rights Reserved
Template Developed by YusufHasyimAddakhil